Sabtu, 29 Juni 2013
Rabu, 05 Juni 2013
sejarah pondok pesantren tarbiyatunnasyiin jombang
Sebagaimana lazimnya berdirinya pondok pesantren adalah semata-mata
merupakan fadloll (anugrah) Allah SWT disamping jerih payah, kesabaran
dan kegigihan perjuangan para pendirinya.
Pondok pesantren Tarbiyatun Nasyi’in Paculgowang terbilang salah satu pondok tertua di daerah Jombang. Pondok ini pertama kali didirikan oleh KH. Alwi pada tahun 1885. Pondok ini lahir didasari keinginan yang kuat untuk mempertahankan ajaran Islam dan rasa patriotisme yang tinggi dari pendirinya. Kenapa demikian, masalahnya Kyai Alwi yang berasal dari Klaten Jawa Tengah itu pada masa mudanya benci terhadap penjajah yang menyengsarkan kehidupan rakyat, yang akhirnya membuat hati pemuda Alwi berontak dan tidak puas terlebih setelah munculnya undang-undang tanam paksa yang diterapkan pemerintah Belanda yang bertujuan mengeruk kekayaan bumi Indonesia.
Al kisah, pada waktu itu penduduk daerah asalnya, Klaten dipaksa oleh Belanda menanami sawahnya dengan tanaman tebu. Pelaksanaan penanaman tersebut diawasi langsung olah sinder yang berasal dari Belanda. Sinder Belanda itu congkak dan kasar pada penduduk. Itulah yang membuat darah muda alwi bergejolak, merasa terhina. Pada waktu itu Alwi bersama-sama penduduk lainnya bekerja untuk membuat parit untuk ditanami tebu. Dengan diam-diam tanpa sepengetahuan rekan sekerjanya dan dengan keberaniannya parit yang digali untuk menanam tebu tersebut digunakan untuk menanam hidup-hidup sinder Belanda yang sedang mengawasi para pekerja. Ulahnya tersebut untuk beberapa saat tidak diketahui oleh pemerintah Belanda. Namun akhirnya tercium juga perbuatan tersebut . Merasa berbuatannya telah diketahui pemerintah Belanda maka Alwi pun segera melarikan diri pergi mengembara ke Sumatra. Namun setelah beberapa saat disana Beliau merasa kurang aman karena banyak dijumpai orang-orang Belanda. Dan akhirnya beliaupun kembali ke Klaten.
Dan atas saran serta restu orang tuanya, Beliau menyusul sanak keluarganya di Jawa Timur. Disana Beliau menetap di Desa Cukir. Pada waktu itu di Cukir sudah berdiri Pabrik Gula milik Belanda, maka Beliau merasa kurang aman. Akhirnya Beliau pindah ke Paculgowang yang berjarak dua kilometer dari desa Cukir. Bermula dari situlah pondok pesantren Tarbiyatun Nasyi’in lahir dan berkembang.
Bermula dari surau yang kecil, Beliau mulai berda’wah kepada para penduduk desa tersebut untuk dididik ajaran agama islam. Dengan tekun dan telaten Beliau memberikan pelajaran kepada penduduk yang menjadi muridnya. Disamping Ilmu agama yang mumpuni dan didukung oleh sikap dan keperibadian yang luhur maka semakin banyaklah penduduk yang menitipkan putra-putrinya untuk dididik dan diberi pelajaran ilmu agama. Murid-murid Beliau pun tidak terbatas dari desa Paculgowang saja Tetapi juga dari desa lainnya bahkan juga dari daerah asal Beliau yaitu Klaten Jawa Tengah.
Didalam mengajarkan ilmu agama KH. Alwi mengutamakan kitab-kitab Fiqih. Disamping itu Beliau juga mengajarkan ilmu Tasawuf, keteladanan, keperwiraan dan kebangsaan kepada para santri, karena waktu itu masih dalam keadaan terjajah. Sikap anti kolonial pada diri Beliau tetap tertanam, sehingga pada setiap kesempatan disela-sela pengajiannya, Beliau selalu menyampaikan sikap anti kolonialnya pada para santri. Rupanya dawuh seorang kyai yang luas, lugu dan sederhana sangat mengenang dan tertanam dilubuk hati para santrinya. Sehingga pada waktu Belanda membagi-bagikan sawah gogolan pada rakyat, semua santri dan penduduk Paculgowang tidak ada yang mau menerimanya, karena sikap antipati kepada Belanda. Hal itu berjalan hingga sekarang keadaan semacam itu karena sudah tertanamnya sikap antipati terhadap Belanda dan menganggap haram pemberian sawah dari Belanda yang merupakan sawah rampasan dari rakyat.
Sepeninggalan KH. Alwi pada tahun 1911 M, kedudukan Beliau diganti oleh KH Anwar, putera Beliau KH Anwar Alwi satu periode denga KH. Hasyim Asya’ri, pengasuh pondok pesantren tebuireng. Beliau dan KH. Hasyim Asya’ri adalah teman karib ketika sama-sama nyantri pada Hadrotussyekh KH. Kholil di Bangkalan Madura. Teman Beliau lainnya ketika mondok di Bangkalan yang kemudian menjadi kiyai adalah KH. Abdul Karim pendiri pondok Lirboyo, KH. Ma’ruf Kedungloh Kediri. Selesai dari Bangkalan KH. Anwar melanjutkan pendidikannya di tanah suci Makkah, menjadi santri KH. Mahfudz asal termas pacitan.
Dalam mengasuh para santrinya KH. Anwar menjalin hubungan erat dengan KH. Hasyim Asya’ri, Hal ini ditandai dengan adanya pertiukaran santri yang mengaji pada dua kiyai tersebut. Adalah hal yang biasa bila santri paculgowang mengikuti pengajin di Tebuireng terutama pada bulan romadlon dimana KH. Hasyim Asya’ri selalu membaca kitab hadits shoheh bukhori dan shoheh Mslim. Demikian pula sebaliknya, banyak pula santri Tebuireng yang mengaji di paculgowang kepada beliau yang punya kebiasaan membaca kitab tafsir Jalalain dan syarah hikam pada bulan romadlon.
Disamping menjalani hubungan erat dengan KH. Hasyim Asy’ari sebagai tanda persahabatan dan menunjang pendidikan para santri beliau, KH. Anwar tetap berhubungan dengan KH. Karim Lorboyo Sebagai manifestasi / pengejawantahan dari persahatan beliau berdua. KH. Anwar menerima Nyai Salamah puteri dari KH. Abdul Karim untuk di jodohkan denga putera beliau KH. Mansoer yang pada akhirnya menjadi pengganti setelah sepaninggal beliau pada tahun 1930 M.
Disaat santernya keluhan tentang merosotnya mutu pendidikan dan pengajaran agama islam, orang mulai menengok kembali kepada lembaga yang bernama Pondok Pesantren, yang selama ini nyaris dilupakan. Ini membenarkan pernyataan banyak orang, yang sering kita dengar, bahwa mutu penguasaan kepada ajaran dan keilmuan islam tidak mungkin tercapai tanpa kemampuan memahami teks kitab kuning yang Notabenenya adalah memakai bahasa arab, suatu kemampuan yang oleh mereka katakan tidak banyak dimiliki lagi, bahkan oleh sarjana perguruan tinggi agama islam.
Dari segi kemampuan membaca kitab kuning, dunia pesantren masih dibilang beruntung. Akan tetap masih banyak Pondok Pesanten yang menurunkan penguasaan kitab kuning bagi lulusannya. Hal ini disebabkan Karena merasa di tuntut untuk membagi perhatiannya, untuk menyelenggrakan pendidikan formal, dalam arti harus menambah studi umum.
Namun ada sebagian pondok yang masih mempertahankan corak keasliannya (pesantren salaf) sambil berharap mudah-mudahan para lulusannya juga bisa menjadi kader yang bermanfaat bagi pembangunan bangsa, sebagaimana yang diharapkan oleh lembaga pendidiakan lain.
Pada kenyataannya sedikit sekali pesantren yang mampu mempertahankan ciri kesalafannya secara total. Padahal pesantren salaf masih sangat dibutuhkan, mengingat keberhasilannya dalam membina penguasaan kitab kuning yang masih belum tergantikan. Mempertahankan kesalafan adalah tugas yang berat mengingat animo masyarakat mulai berkurang dan cenderung meninggalakan pondok pesantren salaf ini, sambil menduga bahwa pesantren salaf “tidak bisa memberikan jaminan bagi masa depan” Bisa jadi sebuah pesantren salaf akan kehilangan santrinya.
KEMIMPINAN KH.ALWI ( 1900-1911 M )
Pondok pesantren Tarbiyatunnasyi’in pacul gowang ini dididirikan oleh beliau kurang lebih tahun 1880 M. Pondok ini awalnya dari musholla kecil yang dipergunakan sebagai tempah ibadah dan mengajar ilmu agama pada para penduduk setempat. Setelah beberapa lama berselang, kemudian ada beberapa penduduk setempat yang minitipkan anaknya kepada beliau, bahkan ada yang berasal dari Jawa Tengah. Setelah dirasa jumlah santri cukup banyak maka dibangunlah sebuah bangunan yang sangat sederhana disebelah selatan musholla (sekarang Masjid ), untuk dijadikan asrama santri. Semakin hari santri semakin banyak sehingga asrama tidak dapat memaadai, Maka pada tahun 1900 M dibangunlah sebuah bangunan yang sangat besar yang terletak di sebelah selatan musholla, dan bangunan ini sekarang dikenal dengan nama komplek Al Hidayah. Untuk mengenang dan mengharap nilai barokahnya, komplek tersebut sengaja dipetahankan bentuk bangunannya yang berarsitek Jawa kuno
KEPEMIMPINAN KH. ANWAR ALWI ( 1911 – 1929 M)
Setelah tahun 1911 M KH. Alwi berpulang ke Rahmatulloh, KH. Anwar kemudian menggantikan kedudukan KH. Alwi Almarhum sebagai pengasuh pondok. Beliau adalah santri KH. Kholil Shohibul Fadhilah yang telah menyelesaikan pendidikan di tanah suci Makkah Al Mukarromah. Beliau adalah sahabat dekat KH. Hasyim Asy’ari pendiri pondok pesantren Tebuireng yang juga kawan akrab Hadrotul kirom KH. Abdul Karim Pendiri Pondok pesantren Lirboyo.
KH. Anwar tidak melakukan perubahan-perubahan besar, kecuali mengembang-kan kitab kuning. Tercatat beliau sering mnyelenggarakan kitab kuning yang besar baik pengajian tahunan ataupun pengajian kilatan bulan Romadlon. Pada masa inilah Tafsir Jalalain mulai dijadikan wiridan yang dibaca setiap ba’da Ashar. Tradisi menjadikan kitab Tafsir Jalalain sebagai wiridan, juga dilakukan dipesantren lain. Kitab Syrh Hikam juga merupakan yang sering beliau baca. Kegiatan beliau sehari-hari dihabiskan dengan duduk bersila membaca kitab untuk santri-santrinya maupun putra-putrinya. Selain itu beliau sangat rajin mutholaah kitab.
Pada masa KH. Anwar ini jumlah santrinya tercatat lebih besar dibanding dengan masa sebelumnya, baik yang bermukim maupun yang nduduk ( santri kallong ) santri-santri tersebut tidak saja datang dari Jombang dan sekitarnya tetapi juga datang dari daerah lain.
KEPEMIMPINAN KH. MANSHUR ANWAR ( 1929 – 1983 M )
Setelah Hadrotul KH anwar Alwi wafat pada tanggal 9 Jumadil awal 1348 H atau 1929 M lalu tampillah KH. Manshur putra ketiga KH. Anwar yang pada masa kecil bernama Abdul Barr sebagai pengasuh Pondok menggantikan ayah handanya. Beliau terkenal sebagai seorang kyai yang sabar, tekun dan telaten sekali serta sangat disiplin dalam mendidik santri-santrinya maupun putra-putrinya. Beliau adalah putra menantu Almaghfurlah KH. Abdul Karim Lirboyo.
Pada masa kepemimpinan beliau inilah pondok pesantren Paculgowang mempunyai nama resmi “ Tarbiyatunnasyiin”. Nama tersebut merupakan ide dari beliau KH. Manshur selain meneruskan sistim pengajaran yang telah digariskan oleh ayahhandanya, juga menyelenggarakan pendidikan dengan sistim sekolah. Beliau mendirikan Madrasah Salafiyah yang sama keberadaannya dengan Madrasah tingkat Ibtidaiyyah. Meskipun jenjang pendidikannya hanya untuk belajar ditingkat permulaan, tapi Madrasah ini merupakan Madrasah yang pertama kali didirikan di Paculgowang dan termasuk salah satu Madrasah tertua di Jombang selain Tebuireng, Tambakberas dan Denanyar. Madrasah tersebut sekarang ini kita kenal dengan Madrasah Ibtidaiyyah Salafiyyah Paculgowang, berdiri 1 Januari 1931 M.
Berbeda dengan KH. Anwar, KH. Manshur dalam perjuangannya lebih menonjol dalam bidang organisasi, meskipun demikian kegiatan pendidikan dipondok pesantren tidak pernah diabaikan. Tak ada yang menyangkal bahwa KH. Manshur lah salah satu tokoh yang membentuk dan mengkoordinasi pengajian umum yang diselenggarakan oleh jamiyyah NU dikecamatan Diwek. Serta beliau seorang pejuang yang mempertahankan kemerdekaan. Beliau memimpin perjuangan kelompok Mujahidin Hizbulloh didaerah Surabaya selatan.
Disamping itu juga beliau mengajarkan kitab-kitab kuning dengan sistim bandungan, wetonan dan sorogan serta mengajarkan membaca Alqur’an pada anak-anak Paculgowang dan santri-santri pondok yang belum dewasa serta belum bisa membaca kitab suci al qur’an. Pada zaman KH. Manshur ini jumlah santri tidak mengalami pelonjakan, jumlah santri ketika itu berkisar antara 30 sampai 50 orang. Keadaan semacam ini berlangsung hingga beliau wafat.
Untuk menampung para santri, KH. Manshur membangun bangunan sebagai asrama tempat tinggal santri, yaitu sebuah bangunan bertingakat dangan enam kamar disebelah barat masjid yang sekarang dikenal dengan nama komplek B Al kautsar, serta sebuah bangunan dibelakang ndalem KH. Manshur yang sekarang kita kenal dengan nama koplek C Tirtojoyo.
KEPEMIMPINAN KH. M. ABDUL AZIZ MANSUR
(1983 Sampai sekarang )
Pertumbuhan Pondok Pesantren Tarbiyatun Nasyi’in Pacul Gowang Jombang dengan bertambahnya waktu mengalami dinamika yang pesat ketika diasuh oleh KH. M. Abdul Aziz Manshur hal ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
1. Sistem yang diterapkan berupa Madrasah Diniyah yang berkelas dan berjenjang yang disesuaikan dengan Madrasah Hidayatul Mubtadi’in Lirboyo Kediri.
2. Bertambahnya waktu pengajian baik yang ditangani oleh Romo Kyai ataupun para khodim beliau.
3. sistem kepengurusan mengacu pada tatanan dan aturan organisasi, serta pengembangan Open Managemen yang dipantau langsung oleh Romo kyai.
4. Semakin nampaknya karakter ( Maziyzah ) Pondok Pesantten sebagai lembaga Tafaqquh Fiddin.
Akibat dari sebab-sebab itulah perkembangan kemajuan Pondok Pesantren semakin nyata, yang ditandai dengan munculnya lembaga-lembaga baru dibawah naungan Yayasan Tarbitun Nasyi’in ( YAMTASI ) antara lain :
- Pada tanggal 17 Syawal 1406 H/1986 M. Madrasah resmi dibuka oleh kakak beliau K.H. Anwar mansur selaku pengasuh PP. Putri Hidayatul Mubtadiat Lirboyo Kediri.
- Pada tahun yang sama berdirilah Pondok Pesantren Tarbiyatun Nasyi’at.
Setelah dua institusi berjalan setapak demi setapak, maka semakin hari kian menunjukan sikap kedewasaanya. Setelah dianggap dewasa, lembaga Tarbiyatunnasyi’in mencoba mengembangkan sayapnya untuk lebih memantapkan ilmu keagamaan dan pengabdian pada masyarakat lingkungannya tanpa mengurangi ciri khas kesalafan yang ada, akhirnya muncul lembaga-lembaga yang baru diantaranya:
A. UNIT PENDIDIKAN FORMAL:
1. RA ( Raudlotul athfal )
2. MI ( Madrasah Ibtida’iyah)
3. Madrasah Diniyah Ibtidaiyah
4. Madrasah Diniyah Tsanawiyah
5. Tahassus AL Qur’an
6. Tahassus Kitab Kuning
7. Munadhoroh
8. Forum Tahassus Fathul Qorib
Lembaga ini merupakan forum diskusi masalah-masalah fiqih dengan acuan pokok kitab fathul qorib dan didukung dengan acuan kitab-kitab lain yang diikuti oleh kelas V Ibtida’iyah sampai kelas III Tsanawiyah yang ditangani oleh Majlis Musyawarah Madrasah ( M3TN ) dan di katrol langsung oleh Kepala Madrash Diniyah.
9. Taman Pendidikan AL Qur’an (TPQ)
Lembaga ini muncul karena ada semangat pengelola Tarbiyatunnasyi’in untuk ikut andil dalm membudayakan dan memasyarakatkan AL Qur’an kepada tunas-tunas bangsa dan calon pemimpin masa depan serta mencetak santri yang qur’ani
10. Pendidikan Setara SMPNR-SMUTN
Lembaga ini dikelola oleh Drs. Abdul Mun’in Sholeh M Ag. dan sebagai penyelenggaranya adalah KH. M. Abdul Aziz Mansur sendiri, Lembaga ini dimaksudkan untuk meperluas wawasan/SDM santri dan membuka kemungkinan-kemungkinan untuk melanjutkan kejenjang sekolah formal yang lebih tinggi.
B. UNIT PENDIDIKAN NON FORMAL
1. Pengajian kitab kuning
2. Pengajian Tahfidhul Qur’an
3. Pengajian kilatan
4. Bahtsul Masa’il
5. Seni hadroh AL Banjari
6. Ketrampilam Computer, Bordir, Pupuk bokashi elektronik dan lain-lain
7. KOPONTREN
8. FORUM MUSYAWARAH (FMPPTN)
C. ORGANISASI DAERAH ( ORDA )
Disamping tugas utama santri adalah belajar, para santri juga dibina dan dididik dalam organisasi-organisasi daerah yang ada. Dengan harapan Ekstra kulikuler ini bisa menjadi wahana latihan dan pembelajaran santri yang mana ketika pulang nanti mampu memback up masyarakat sekitarnya. Adapun di Pondok Pesantren Tarbiyatunnasyi’in sendiri sekarang sudah terbentuk organisasi daerah antara lain: FOKSATJ, FORSAMA, FILASTA, KESIP, ISPAP, ISTAJABA, IKASASTRA.
TUJUAN
Sebagaimana Pesantren lain, Pondok Pesantren Tarbiyatunnasyi’in didirikan dengan tujuan yaitu membentuk pribadi Muslim yang berilmu dan bertaqwa kepada Allah SWT. Berakhlaqul karimah, dan mandiri untuk mengabdi kepada Nusa dan Bangsa, serta Agama.
KURIKULUM
Kurikulum Pondok Pesantren Tarbiyatunnasyi’in terbagi menjadi dua bagian
1. Ditangani oleh pengurus Pondok Pesantren, hal ini besifat kondisional/ disesuaikan dengan kebutuhan santri
2. Ditangani oleh Pengurus Madrasah, yang trebagi menjadi dua tingkatan Ibtida’iyah dan tingkatan tsanawiyah.
Pengadaan ini khusus mengajarkan pelajaran agama dan mengacu pada kurikulum Pondok Pesanten Hidayatul Mubtadi’in (LIRBOYO) diantaranya: Ilmu Nahwu dan Shorof mulai dari yang paling dasar sampai tingkatan yang paling tinggi seperti Qo’idah Fiqhiyah, usul fiqih, hadits, ilmu hadits, ilmu tafsir, Alfiyah, Balagoh, manteq, arudh, falaq dan lain-lain dengan modifikasi seperlunya.
PONDOK PESANTREN PACULGOWANG SEKARANG
Pondok Pesantren yang merupakan cikal bakal pendidikan agama dan pembinaan para santri, tentu harus ada unsur-unsur penunjangnya, sehingga baru bisa dikatakan Pondok Pesantren, diantara penunjang itu adalah adanya asrama bagi para santri.
Untuk itu PP Tarbiyatunnasyi’in dalam menunjang aktifitas dan interaksi antara santri dan pengurus pondok pesantren, dimunculkan komplek seperti: Al Hidayah, Al Badar, Al firdaus, Al kautsar, Tirtojoyo, dan Al mansuroh. Dan masing-masing asrama santri tidak dipilah-pilah sesuai dengan daeahnya masing-masing, dengan maksud agar santri mampu mengenal daerah lain dan tak hanya monoton pada dearahnya sendiri. Selain itu untuk menunjang kesejahtraan para santri yang berjumlah kurang lebih 360 santri pondok pesantren Tarbiyatunnasyi’in dalam kesehariannya menyediakan:
ALUMNI PESANTREN PACULGOWANG
Alumni dari paculgowang pada umumnya melanjutkan langkah perjuangan Ulama-ulama terdahulu. Ini semua terbukti ada beberapa sanrti yang membuka pondok pesantren baru didaerah asal mereka. Disamping itu banyak juga para alumni yang menjadi Da’I, bahkan akhir-akhir ini banyak lembaga-lembaga yang meminta satu dua alumni untuk diperbantukan dilembaga yang mereka bina. Ini menunjukan pangsa pasar alumni paculgowang cukup bagus ditengah masyarakat. Semua ini tidak lepas dari kerja sama dan kerja keras dari unsur-unsur terkait yang ada di pesantren ini. Sehingga dapat memenuhi para konsumen dan bisa diterima ditengah masyarakat.
Untuk merealisasikan cita-cita pondok yang luhur dan suci, yang mana didalamnya melibatkan para alumni, maka setiap 5 tahun sekali para alumni mengadakan temu kangen yang diadakan dipaculgowang tempat asal mereka Nyantri. Hal ini dimaksudkan agar para alumni yang sudah menyebar didaerahnya masing-masing mampu menyatukan visi dan misi yang sama dan bisa memberikan informasi masalah-masalah yang terjadi dimasyarakatnya untuk diselesaikan bersama dengan para pengasuh dipondok pesantren Tarbiyatunanasyi’in.
USAHA-USAHA KEBAIKAN UNTUK MASA DEPAN
Mengingat semakin besarnya minat dan kepercayaan masyarakat kepada podok Pesanten Tarbiyatunnasyi’in, hal ini terbukti dari tahun ketahun banyak santri yang berdatangan dari berbagai penjuru tanah air, sehingga sarana dan prasarana yang ada kurang mencukupi, hal ini disebabkabkan naiknya jumlah santri yang ada, dan tentunya untuk melangkah kedepan Tarbiyatunnasyi’in berbenah diri dan memerlukan perhatian yang khusus dari semua pihak yang ada.
Dan Alhamdulillah berkat do’a dan parsitifasi semua pihak serta usaha para pengurus, pembangunan fisik Pondok Pesantren Tarbiyatunnaasyiin semakin hari semakin ada peningkatan. Selain dari program kegiatan pendidikan ini, yang sesuai dengan tujuan pesantren adalah membentuk pribadi muslim yang berilmu, bertaqwa, berakhlakul karimah dan mandiri yang akhirnya menjadi generasi muslim yang konsekwen dan memiliki ilmu yang amaliyah pun juga amal yang ilmiyah. Dengan demikian, maka perlu adanya peningkatan mutu dan pengembangan unit-unit pendidikan yang sesuai dengan tuntutan zaman sekarang ini. Untuk menunjang terlaksananya tujuan tersebut, maka dibutuhkan:
1. Pembangunan sarana dan prasana pendidikan serta asrama putri. Dalam hal ini diadakan perluasan lokasi dan penambahan gedung Madrasah, gedung asrama santri putra putri dan sarana sanitasi.
2. pengembangan pendidikan dengan selalu membenahi serta menyempurnakan kurikulum maupun sistem pendidikan dan program pendidikan.
3. penambahan kegiatan-kegiatan yang bersifat mendukung yang diadakan secara berkala.
4. meningkatkan kegiatan ekstrakulikuler baik dipondok pesantren, Madrasah, komplek dan organisasi daerah yang ada.
sumber : http://fadilelbarbasi.blogspot.com/
Pondok pesantren Tarbiyatun Nasyi’in Paculgowang terbilang salah satu pondok tertua di daerah Jombang. Pondok ini pertama kali didirikan oleh KH. Alwi pada tahun 1885. Pondok ini lahir didasari keinginan yang kuat untuk mempertahankan ajaran Islam dan rasa patriotisme yang tinggi dari pendirinya. Kenapa demikian, masalahnya Kyai Alwi yang berasal dari Klaten Jawa Tengah itu pada masa mudanya benci terhadap penjajah yang menyengsarkan kehidupan rakyat, yang akhirnya membuat hati pemuda Alwi berontak dan tidak puas terlebih setelah munculnya undang-undang tanam paksa yang diterapkan pemerintah Belanda yang bertujuan mengeruk kekayaan bumi Indonesia.
Al kisah, pada waktu itu penduduk daerah asalnya, Klaten dipaksa oleh Belanda menanami sawahnya dengan tanaman tebu. Pelaksanaan penanaman tersebut diawasi langsung olah sinder yang berasal dari Belanda. Sinder Belanda itu congkak dan kasar pada penduduk. Itulah yang membuat darah muda alwi bergejolak, merasa terhina. Pada waktu itu Alwi bersama-sama penduduk lainnya bekerja untuk membuat parit untuk ditanami tebu. Dengan diam-diam tanpa sepengetahuan rekan sekerjanya dan dengan keberaniannya parit yang digali untuk menanam tebu tersebut digunakan untuk menanam hidup-hidup sinder Belanda yang sedang mengawasi para pekerja. Ulahnya tersebut untuk beberapa saat tidak diketahui oleh pemerintah Belanda. Namun akhirnya tercium juga perbuatan tersebut . Merasa berbuatannya telah diketahui pemerintah Belanda maka Alwi pun segera melarikan diri pergi mengembara ke Sumatra. Namun setelah beberapa saat disana Beliau merasa kurang aman karena banyak dijumpai orang-orang Belanda. Dan akhirnya beliaupun kembali ke Klaten.
Dan atas saran serta restu orang tuanya, Beliau menyusul sanak keluarganya di Jawa Timur. Disana Beliau menetap di Desa Cukir. Pada waktu itu di Cukir sudah berdiri Pabrik Gula milik Belanda, maka Beliau merasa kurang aman. Akhirnya Beliau pindah ke Paculgowang yang berjarak dua kilometer dari desa Cukir. Bermula dari situlah pondok pesantren Tarbiyatun Nasyi’in lahir dan berkembang.
Bermula dari surau yang kecil, Beliau mulai berda’wah kepada para penduduk desa tersebut untuk dididik ajaran agama islam. Dengan tekun dan telaten Beliau memberikan pelajaran kepada penduduk yang menjadi muridnya. Disamping Ilmu agama yang mumpuni dan didukung oleh sikap dan keperibadian yang luhur maka semakin banyaklah penduduk yang menitipkan putra-putrinya untuk dididik dan diberi pelajaran ilmu agama. Murid-murid Beliau pun tidak terbatas dari desa Paculgowang saja Tetapi juga dari desa lainnya bahkan juga dari daerah asal Beliau yaitu Klaten Jawa Tengah.
Didalam mengajarkan ilmu agama KH. Alwi mengutamakan kitab-kitab Fiqih. Disamping itu Beliau juga mengajarkan ilmu Tasawuf, keteladanan, keperwiraan dan kebangsaan kepada para santri, karena waktu itu masih dalam keadaan terjajah. Sikap anti kolonial pada diri Beliau tetap tertanam, sehingga pada setiap kesempatan disela-sela pengajiannya, Beliau selalu menyampaikan sikap anti kolonialnya pada para santri. Rupanya dawuh seorang kyai yang luas, lugu dan sederhana sangat mengenang dan tertanam dilubuk hati para santrinya. Sehingga pada waktu Belanda membagi-bagikan sawah gogolan pada rakyat, semua santri dan penduduk Paculgowang tidak ada yang mau menerimanya, karena sikap antipati kepada Belanda. Hal itu berjalan hingga sekarang keadaan semacam itu karena sudah tertanamnya sikap antipati terhadap Belanda dan menganggap haram pemberian sawah dari Belanda yang merupakan sawah rampasan dari rakyat.
Sepeninggalan KH. Alwi pada tahun 1911 M, kedudukan Beliau diganti oleh KH Anwar, putera Beliau KH Anwar Alwi satu periode denga KH. Hasyim Asya’ri, pengasuh pondok pesantren tebuireng. Beliau dan KH. Hasyim Asya’ri adalah teman karib ketika sama-sama nyantri pada Hadrotussyekh KH. Kholil di Bangkalan Madura. Teman Beliau lainnya ketika mondok di Bangkalan yang kemudian menjadi kiyai adalah KH. Abdul Karim pendiri pondok Lirboyo, KH. Ma’ruf Kedungloh Kediri. Selesai dari Bangkalan KH. Anwar melanjutkan pendidikannya di tanah suci Makkah, menjadi santri KH. Mahfudz asal termas pacitan.
Dalam mengasuh para santrinya KH. Anwar menjalin hubungan erat dengan KH. Hasyim Asya’ri, Hal ini ditandai dengan adanya pertiukaran santri yang mengaji pada dua kiyai tersebut. Adalah hal yang biasa bila santri paculgowang mengikuti pengajin di Tebuireng terutama pada bulan romadlon dimana KH. Hasyim Asya’ri selalu membaca kitab hadits shoheh bukhori dan shoheh Mslim. Demikian pula sebaliknya, banyak pula santri Tebuireng yang mengaji di paculgowang kepada beliau yang punya kebiasaan membaca kitab tafsir Jalalain dan syarah hikam pada bulan romadlon.
Disamping menjalani hubungan erat dengan KH. Hasyim Asy’ari sebagai tanda persahabatan dan menunjang pendidikan para santri beliau, KH. Anwar tetap berhubungan dengan KH. Karim Lorboyo Sebagai manifestasi / pengejawantahan dari persahatan beliau berdua. KH. Anwar menerima Nyai Salamah puteri dari KH. Abdul Karim untuk di jodohkan denga putera beliau KH. Mansoer yang pada akhirnya menjadi pengganti setelah sepaninggal beliau pada tahun 1930 M.
Disaat santernya keluhan tentang merosotnya mutu pendidikan dan pengajaran agama islam, orang mulai menengok kembali kepada lembaga yang bernama Pondok Pesantren, yang selama ini nyaris dilupakan. Ini membenarkan pernyataan banyak orang, yang sering kita dengar, bahwa mutu penguasaan kepada ajaran dan keilmuan islam tidak mungkin tercapai tanpa kemampuan memahami teks kitab kuning yang Notabenenya adalah memakai bahasa arab, suatu kemampuan yang oleh mereka katakan tidak banyak dimiliki lagi, bahkan oleh sarjana perguruan tinggi agama islam.
Dari segi kemampuan membaca kitab kuning, dunia pesantren masih dibilang beruntung. Akan tetap masih banyak Pondok Pesanten yang menurunkan penguasaan kitab kuning bagi lulusannya. Hal ini disebabkan Karena merasa di tuntut untuk membagi perhatiannya, untuk menyelenggrakan pendidikan formal, dalam arti harus menambah studi umum.
Namun ada sebagian pondok yang masih mempertahankan corak keasliannya (pesantren salaf) sambil berharap mudah-mudahan para lulusannya juga bisa menjadi kader yang bermanfaat bagi pembangunan bangsa, sebagaimana yang diharapkan oleh lembaga pendidiakan lain.
Pada kenyataannya sedikit sekali pesantren yang mampu mempertahankan ciri kesalafannya secara total. Padahal pesantren salaf masih sangat dibutuhkan, mengingat keberhasilannya dalam membina penguasaan kitab kuning yang masih belum tergantikan. Mempertahankan kesalafan adalah tugas yang berat mengingat animo masyarakat mulai berkurang dan cenderung meninggalakan pondok pesantren salaf ini, sambil menduga bahwa pesantren salaf “tidak bisa memberikan jaminan bagi masa depan” Bisa jadi sebuah pesantren salaf akan kehilangan santrinya.
KEMIMPINAN KH.ALWI ( 1900-1911 M )
Pondok pesantren Tarbiyatunnasyi’in pacul gowang ini dididirikan oleh beliau kurang lebih tahun 1880 M. Pondok ini awalnya dari musholla kecil yang dipergunakan sebagai tempah ibadah dan mengajar ilmu agama pada para penduduk setempat. Setelah beberapa lama berselang, kemudian ada beberapa penduduk setempat yang minitipkan anaknya kepada beliau, bahkan ada yang berasal dari Jawa Tengah. Setelah dirasa jumlah santri cukup banyak maka dibangunlah sebuah bangunan yang sangat sederhana disebelah selatan musholla (sekarang Masjid ), untuk dijadikan asrama santri. Semakin hari santri semakin banyak sehingga asrama tidak dapat memaadai, Maka pada tahun 1900 M dibangunlah sebuah bangunan yang sangat besar yang terletak di sebelah selatan musholla, dan bangunan ini sekarang dikenal dengan nama komplek Al Hidayah. Untuk mengenang dan mengharap nilai barokahnya, komplek tersebut sengaja dipetahankan bentuk bangunannya yang berarsitek Jawa kuno
KEPEMIMPINAN KH. ANWAR ALWI ( 1911 – 1929 M)
Setelah tahun 1911 M KH. Alwi berpulang ke Rahmatulloh, KH. Anwar kemudian menggantikan kedudukan KH. Alwi Almarhum sebagai pengasuh pondok. Beliau adalah santri KH. Kholil Shohibul Fadhilah yang telah menyelesaikan pendidikan di tanah suci Makkah Al Mukarromah. Beliau adalah sahabat dekat KH. Hasyim Asy’ari pendiri pondok pesantren Tebuireng yang juga kawan akrab Hadrotul kirom KH. Abdul Karim Pendiri Pondok pesantren Lirboyo.
KH. Anwar tidak melakukan perubahan-perubahan besar, kecuali mengembang-kan kitab kuning. Tercatat beliau sering mnyelenggarakan kitab kuning yang besar baik pengajian tahunan ataupun pengajian kilatan bulan Romadlon. Pada masa inilah Tafsir Jalalain mulai dijadikan wiridan yang dibaca setiap ba’da Ashar. Tradisi menjadikan kitab Tafsir Jalalain sebagai wiridan, juga dilakukan dipesantren lain. Kitab Syrh Hikam juga merupakan yang sering beliau baca. Kegiatan beliau sehari-hari dihabiskan dengan duduk bersila membaca kitab untuk santri-santrinya maupun putra-putrinya. Selain itu beliau sangat rajin mutholaah kitab.
Pada masa KH. Anwar ini jumlah santrinya tercatat lebih besar dibanding dengan masa sebelumnya, baik yang bermukim maupun yang nduduk ( santri kallong ) santri-santri tersebut tidak saja datang dari Jombang dan sekitarnya tetapi juga datang dari daerah lain.
KEPEMIMPINAN KH. MANSHUR ANWAR ( 1929 – 1983 M )
Setelah Hadrotul KH anwar Alwi wafat pada tanggal 9 Jumadil awal 1348 H atau 1929 M lalu tampillah KH. Manshur putra ketiga KH. Anwar yang pada masa kecil bernama Abdul Barr sebagai pengasuh Pondok menggantikan ayah handanya. Beliau terkenal sebagai seorang kyai yang sabar, tekun dan telaten sekali serta sangat disiplin dalam mendidik santri-santrinya maupun putra-putrinya. Beliau adalah putra menantu Almaghfurlah KH. Abdul Karim Lirboyo.
Pada masa kepemimpinan beliau inilah pondok pesantren Paculgowang mempunyai nama resmi “ Tarbiyatunnasyiin”. Nama tersebut merupakan ide dari beliau KH. Manshur selain meneruskan sistim pengajaran yang telah digariskan oleh ayahhandanya, juga menyelenggarakan pendidikan dengan sistim sekolah. Beliau mendirikan Madrasah Salafiyah yang sama keberadaannya dengan Madrasah tingkat Ibtidaiyyah. Meskipun jenjang pendidikannya hanya untuk belajar ditingkat permulaan, tapi Madrasah ini merupakan Madrasah yang pertama kali didirikan di Paculgowang dan termasuk salah satu Madrasah tertua di Jombang selain Tebuireng, Tambakberas dan Denanyar. Madrasah tersebut sekarang ini kita kenal dengan Madrasah Ibtidaiyyah Salafiyyah Paculgowang, berdiri 1 Januari 1931 M.
Berbeda dengan KH. Anwar, KH. Manshur dalam perjuangannya lebih menonjol dalam bidang organisasi, meskipun demikian kegiatan pendidikan dipondok pesantren tidak pernah diabaikan. Tak ada yang menyangkal bahwa KH. Manshur lah salah satu tokoh yang membentuk dan mengkoordinasi pengajian umum yang diselenggarakan oleh jamiyyah NU dikecamatan Diwek. Serta beliau seorang pejuang yang mempertahankan kemerdekaan. Beliau memimpin perjuangan kelompok Mujahidin Hizbulloh didaerah Surabaya selatan.
Disamping itu juga beliau mengajarkan kitab-kitab kuning dengan sistim bandungan, wetonan dan sorogan serta mengajarkan membaca Alqur’an pada anak-anak Paculgowang dan santri-santri pondok yang belum dewasa serta belum bisa membaca kitab suci al qur’an. Pada zaman KH. Manshur ini jumlah santri tidak mengalami pelonjakan, jumlah santri ketika itu berkisar antara 30 sampai 50 orang. Keadaan semacam ini berlangsung hingga beliau wafat.
Untuk menampung para santri, KH. Manshur membangun bangunan sebagai asrama tempat tinggal santri, yaitu sebuah bangunan bertingakat dangan enam kamar disebelah barat masjid yang sekarang dikenal dengan nama komplek B Al kautsar, serta sebuah bangunan dibelakang ndalem KH. Manshur yang sekarang kita kenal dengan nama koplek C Tirtojoyo.
KEPEMIMPINAN KH. M. ABDUL AZIZ MANSUR
(1983 Sampai sekarang )
Pertumbuhan Pondok Pesantren Tarbiyatun Nasyi’in Pacul Gowang Jombang dengan bertambahnya waktu mengalami dinamika yang pesat ketika diasuh oleh KH. M. Abdul Aziz Manshur hal ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
1. Sistem yang diterapkan berupa Madrasah Diniyah yang berkelas dan berjenjang yang disesuaikan dengan Madrasah Hidayatul Mubtadi’in Lirboyo Kediri.
2. Bertambahnya waktu pengajian baik yang ditangani oleh Romo Kyai ataupun para khodim beliau.
3. sistem kepengurusan mengacu pada tatanan dan aturan organisasi, serta pengembangan Open Managemen yang dipantau langsung oleh Romo kyai.
4. Semakin nampaknya karakter ( Maziyzah ) Pondok Pesantten sebagai lembaga Tafaqquh Fiddin.
Akibat dari sebab-sebab itulah perkembangan kemajuan Pondok Pesantren semakin nyata, yang ditandai dengan munculnya lembaga-lembaga baru dibawah naungan Yayasan Tarbitun Nasyi’in ( YAMTASI ) antara lain :
- Pada tanggal 17 Syawal 1406 H/1986 M. Madrasah resmi dibuka oleh kakak beliau K.H. Anwar mansur selaku pengasuh PP. Putri Hidayatul Mubtadiat Lirboyo Kediri.
- Pada tahun yang sama berdirilah Pondok Pesantren Tarbiyatun Nasyi’at.
Setelah dua institusi berjalan setapak demi setapak, maka semakin hari kian menunjukan sikap kedewasaanya. Setelah dianggap dewasa, lembaga Tarbiyatunnasyi’in mencoba mengembangkan sayapnya untuk lebih memantapkan ilmu keagamaan dan pengabdian pada masyarakat lingkungannya tanpa mengurangi ciri khas kesalafan yang ada, akhirnya muncul lembaga-lembaga yang baru diantaranya:
A. UNIT PENDIDIKAN FORMAL:
1. RA ( Raudlotul athfal )
2. MI ( Madrasah Ibtida’iyah)
3. Madrasah Diniyah Ibtidaiyah
4. Madrasah Diniyah Tsanawiyah
5. Tahassus AL Qur’an
6. Tahassus Kitab Kuning
7. Munadhoroh
8. Forum Tahassus Fathul Qorib
Lembaga ini merupakan forum diskusi masalah-masalah fiqih dengan acuan pokok kitab fathul qorib dan didukung dengan acuan kitab-kitab lain yang diikuti oleh kelas V Ibtida’iyah sampai kelas III Tsanawiyah yang ditangani oleh Majlis Musyawarah Madrasah ( M3TN ) dan di katrol langsung oleh Kepala Madrash Diniyah.
9. Taman Pendidikan AL Qur’an (TPQ)
Lembaga ini muncul karena ada semangat pengelola Tarbiyatunnasyi’in untuk ikut andil dalm membudayakan dan memasyarakatkan AL Qur’an kepada tunas-tunas bangsa dan calon pemimpin masa depan serta mencetak santri yang qur’ani
10. Pendidikan Setara SMPNR-SMUTN
Lembaga ini dikelola oleh Drs. Abdul Mun’in Sholeh M Ag. dan sebagai penyelenggaranya adalah KH. M. Abdul Aziz Mansur sendiri, Lembaga ini dimaksudkan untuk meperluas wawasan/SDM santri dan membuka kemungkinan-kemungkinan untuk melanjutkan kejenjang sekolah formal yang lebih tinggi.
B. UNIT PENDIDIKAN NON FORMAL
1. Pengajian kitab kuning
2. Pengajian Tahfidhul Qur’an
3. Pengajian kilatan
4. Bahtsul Masa’il
5. Seni hadroh AL Banjari
6. Ketrampilam Computer, Bordir, Pupuk bokashi elektronik dan lain-lain
7. KOPONTREN
8. FORUM MUSYAWARAH (FMPPTN)
C. ORGANISASI DAERAH ( ORDA )
Disamping tugas utama santri adalah belajar, para santri juga dibina dan dididik dalam organisasi-organisasi daerah yang ada. Dengan harapan Ekstra kulikuler ini bisa menjadi wahana latihan dan pembelajaran santri yang mana ketika pulang nanti mampu memback up masyarakat sekitarnya. Adapun di Pondok Pesantren Tarbiyatunnasyi’in sendiri sekarang sudah terbentuk organisasi daerah antara lain: FOKSATJ, FORSAMA, FILASTA, KESIP, ISPAP, ISTAJABA, IKASASTRA.
TUJUAN
Sebagaimana Pesantren lain, Pondok Pesantren Tarbiyatunnasyi’in didirikan dengan tujuan yaitu membentuk pribadi Muslim yang berilmu dan bertaqwa kepada Allah SWT. Berakhlaqul karimah, dan mandiri untuk mengabdi kepada Nusa dan Bangsa, serta Agama.
KURIKULUM
Kurikulum Pondok Pesantren Tarbiyatunnasyi’in terbagi menjadi dua bagian
1. Ditangani oleh pengurus Pondok Pesantren, hal ini besifat kondisional/ disesuaikan dengan kebutuhan santri
2. Ditangani oleh Pengurus Madrasah, yang trebagi menjadi dua tingkatan Ibtida’iyah dan tingkatan tsanawiyah.
Pengadaan ini khusus mengajarkan pelajaran agama dan mengacu pada kurikulum Pondok Pesanten Hidayatul Mubtadi’in (LIRBOYO) diantaranya: Ilmu Nahwu dan Shorof mulai dari yang paling dasar sampai tingkatan yang paling tinggi seperti Qo’idah Fiqhiyah, usul fiqih, hadits, ilmu hadits, ilmu tafsir, Alfiyah, Balagoh, manteq, arudh, falaq dan lain-lain dengan modifikasi seperlunya.
PONDOK PESANTREN PACULGOWANG SEKARANG
Pondok Pesantren yang merupakan cikal bakal pendidikan agama dan pembinaan para santri, tentu harus ada unsur-unsur penunjangnya, sehingga baru bisa dikatakan Pondok Pesantren, diantara penunjang itu adalah adanya asrama bagi para santri.
Untuk itu PP Tarbiyatunnasyi’in dalam menunjang aktifitas dan interaksi antara santri dan pengurus pondok pesantren, dimunculkan komplek seperti: Al Hidayah, Al Badar, Al firdaus, Al kautsar, Tirtojoyo, dan Al mansuroh. Dan masing-masing asrama santri tidak dipilah-pilah sesuai dengan daeahnya masing-masing, dengan maksud agar santri mampu mengenal daerah lain dan tak hanya monoton pada dearahnya sendiri. Selain itu untuk menunjang kesejahtraan para santri yang berjumlah kurang lebih 360 santri pondok pesantren Tarbiyatunnasyi’in dalam kesehariannya menyediakan:
- Kantor Pondok
- asrama santri putra dan putri
- Ruang tamu
- Masjid
- Kamar mandi & WC
- Perpustakaan YAMTASY
- Aula
- Koperasi
- Unit dapur
- Kantin
- poskestren.
- lapanga olahraga.
- dll
ALUMNI PESANTREN PACULGOWANG
Alumni dari paculgowang pada umumnya melanjutkan langkah perjuangan Ulama-ulama terdahulu. Ini semua terbukti ada beberapa sanrti yang membuka pondok pesantren baru didaerah asal mereka. Disamping itu banyak juga para alumni yang menjadi Da’I, bahkan akhir-akhir ini banyak lembaga-lembaga yang meminta satu dua alumni untuk diperbantukan dilembaga yang mereka bina. Ini menunjukan pangsa pasar alumni paculgowang cukup bagus ditengah masyarakat. Semua ini tidak lepas dari kerja sama dan kerja keras dari unsur-unsur terkait yang ada di pesantren ini. Sehingga dapat memenuhi para konsumen dan bisa diterima ditengah masyarakat.
Untuk merealisasikan cita-cita pondok yang luhur dan suci, yang mana didalamnya melibatkan para alumni, maka setiap 5 tahun sekali para alumni mengadakan temu kangen yang diadakan dipaculgowang tempat asal mereka Nyantri. Hal ini dimaksudkan agar para alumni yang sudah menyebar didaerahnya masing-masing mampu menyatukan visi dan misi yang sama dan bisa memberikan informasi masalah-masalah yang terjadi dimasyarakatnya untuk diselesaikan bersama dengan para pengasuh dipondok pesantren Tarbiyatunanasyi’in.
USAHA-USAHA KEBAIKAN UNTUK MASA DEPAN
Mengingat semakin besarnya minat dan kepercayaan masyarakat kepada podok Pesanten Tarbiyatunnasyi’in, hal ini terbukti dari tahun ketahun banyak santri yang berdatangan dari berbagai penjuru tanah air, sehingga sarana dan prasarana yang ada kurang mencukupi, hal ini disebabkabkan naiknya jumlah santri yang ada, dan tentunya untuk melangkah kedepan Tarbiyatunnasyi’in berbenah diri dan memerlukan perhatian yang khusus dari semua pihak yang ada.
Dan Alhamdulillah berkat do’a dan parsitifasi semua pihak serta usaha para pengurus, pembangunan fisik Pondok Pesantren Tarbiyatunnaasyiin semakin hari semakin ada peningkatan. Selain dari program kegiatan pendidikan ini, yang sesuai dengan tujuan pesantren adalah membentuk pribadi muslim yang berilmu, bertaqwa, berakhlakul karimah dan mandiri yang akhirnya menjadi generasi muslim yang konsekwen dan memiliki ilmu yang amaliyah pun juga amal yang ilmiyah. Dengan demikian, maka perlu adanya peningkatan mutu dan pengembangan unit-unit pendidikan yang sesuai dengan tuntutan zaman sekarang ini. Untuk menunjang terlaksananya tujuan tersebut, maka dibutuhkan:
1. Pembangunan sarana dan prasana pendidikan serta asrama putri. Dalam hal ini diadakan perluasan lokasi dan penambahan gedung Madrasah, gedung asrama santri putra putri dan sarana sanitasi.
2. pengembangan pendidikan dengan selalu membenahi serta menyempurnakan kurikulum maupun sistem pendidikan dan program pendidikan.
3. penambahan kegiatan-kegiatan yang bersifat mendukung yang diadakan secara berkala.
4. meningkatkan kegiatan ekstrakulikuler baik dipondok pesantren, Madrasah, komplek dan organisasi daerah yang ada.
sumber : http://fadilelbarbasi.blogspot.com/
Langganan:
Postingan (Atom)